*Nasrudin Latief: Meski Besok Kiamat Sekalipun Tetap Kami Ajukan Koreksi Atas Pelanggaran Hukum Yang Dilakukan oleh KPU*
Redaksi BP,
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perbaikan di negeri ini. Para mafia saja setiap hari merancang bagaimana memperkaya diri sendiri dan keluarga serta para kroninya. Mengapa kita yang ingin ada perbaikan di negeri ini harus berhenti berbuat?
Nah, prinsip di atas yang melekat pada diri Advokat Nasrudin Latief SH pada Senin(12/3) pagi mendatangi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk menyampaikan pesan moral penting kepada para hakim Agung di Lembaga Tinggi Negara ini.
"Saya bersama Iskandar Nasution dan Suta Widhya Senin pagi kemarin menyerahkan surat audiensi dan surat permohonan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk segera menerbitkan Supreme Court order menyikapi carut marut pelaksanaan Pemilu 2024 kali ini, "ungkap Latief, Selasa (13/2) pagi di Jakarta.
Menurut anggota Komunitas Cinta Pemilu Jujur Adil (KCP-Jurdil) Latif, dirinya punya optimistic terhadap pillar Hukum Terakhir di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Ia yakin lembaga negara ini akan menjawab surat yang disampaikannya.
"Dalam adab administrasi untuk menjawab surat itu adalah bukti sebuah lembaga bisa dinilai kredibilitas dan akuntabilitasnya terjamin. Karena saya yakin transparansi informasi masih publik pasti dijunjung tinggi oleh lembaga sekelas MA," yakin Latief kepada awak media.
Latif menjelaskan bahwa kondisi Indonesia tidak baik-baik saja saat ini. Karena indikasi kecurangan telah dimulai dari diterimanya Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Padahal dalam aturan UU nomor 7 Tahun 2017 pasal 169 huruf (q) jelas tertulis usia minimal 40 tahun.
"Peraturan KPU pun mengikuti UU nomor 7 Tahun 2017 dan tidak ada klausul " dan/atau pernah dan sedang menjabat sebagai kepala daerah hasil Pilkada ". Ini sangat jelas mudah dipahami. Tapi, mengapa DKPP hanya memberi" sanksi peringatan keras dan terakhir ". Apa itu maknanya?" Tanya Latief dengan tegas.
Ia menilai negeri ini tengah berlangsung konspirasi jahat yang akan merugikan rakyat dan generasi mendatang. Bila Gibran bukan anak seorang presiden yang sedang berkuasa mana mungkin semua ini terjadi.
"Lihat saja seorang mantan Presiden, seperti Megawati dan SBY apa sanggup mereka melakukan rekayasa politik ini? Saya percaya bila bekas Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan bahwa dirinya ditekan oleh Jokowi untuk berpihak pada ketidak-adilan. Itu sebab ia menolak, karena masih menjunjung etika tanpa kompromi,"Lanjut Latief.
Gubernur Andi Widjajanto menjelaskan bahwa satu-satunya alasan di balik pengunduran dirinya adalah untuk menjaga netralitas Lemhannas RI dan memastikan lembaga ini tidak terlibat dalam politik praktis.
Pengakuan Andi bahwaJokowi saat itu menyampaikan tiga hal. Pertama, Prabowo-Gibran akan menang, lalu PSI akan masuk parlemen, dan ketiga suara PDIP akan turun di Pemilu.
"Kira-kira, Prabowo pasti menang, lalu PSI akan masuk parlemen, lalu yang nomor 3 suara PDI Perjuangan akan turun. Itu yang dinyatakan oleh Pak Jokowi, jadi di situ kemudian Pak Jokowi mengatakan 'kalian hebat kalau nanti bisa mengalahkan saya'," kata Andi.
" Semua pengakuan Andi Widjajanto di atas adalah benang merah ketidakadilan hukum di negeri ini. Kekuasaan tengah bermain untuk merusak tatanan demokrasi buah hasil Reformasi 1998. Jokowi telah membajak Reformasi! " Tutup Nasrudin Latief